Kamis, 27 Maret 2008

Gangguan Citra Tubuh

Siapa yang tidak ingin cantik seperti artis Krisdayanti, yang bentuk hidungnya sering menjadi panutan bentuk hidung indah bagi remaja dan ibu-ibu. Atau memiliki bibir yang seksi seperti artis Titi D.J. Atau siapa yang tidak ingin mempunyai bentuk tubuh yang indah dan seksi seperti layaknya bintang-bintang sinetron atau film dalam maupun luar negeri. Atau mempunyai bentuk badan ideal layaknya para model kebugaran dengan bentuk perut six pack-nya.Keinginan untuk menjadi tampan dan cantik sepertinya merupakan impian semua orang. Kebanyakan dari kita sendiri sangat memperhatikan detil penampilan. Kita khawatir apakah badan kita terlalu gemuk atau kurus, hidung kita terlalu mancung atau sebaliknya, rambut kita terlalu lurus atau malah terlalu ikal. Sebenarnya hal tersebut adalah normal, apalagi pada remaja yang sangat memperhatikan perubahan tubuhnya. Namun ternyata ada beberapa orang yang sangat tersiksa dan selalu merasa tidak puas terhadap penampilan mereka sendiri sehingga secara individu maupun sosial mereka tidak dapat berfungsi secara normal. Orang-orang ini sering kita sebut sebagai mengalami gangguan citra tubuh atau dalam bahasa psikiatri disebut sebagai Body Dysmorphic Disorder.
Kebanyakan orang yang menderita gangguan ini mempunyai masalah dengan hampir seluruh penampilan mereka. Mereka merasa kulitnya tidak bagus, terlalu pucat atau terlalu coklat. Mereka juga mengeluhkan bentuk hidung mereka yang tidak seperti yang mereka harapkan. Lain waktu mereka mengeluhkan tentang dada atau perut yang kegemukan atau terlalu kecil. Penilitian terhadap beberapa orang menghasilkan bahwa organ tubuh yang paling sering dikeluhkan sebagai bagian yang tidak menyenangkan adalah rambut, hidung dan kulit. Mereka mengalami ketidakbahagian yang luar biasa karena hal ini. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam berdiri di depan kaca hanya untuk memastikan bahwa semuanya dalam keadaan baik, namun sayangnya hal tersebut tidak pernah terjadi. Orang dengan gangguan citra tubuh selalu merasa ada yang salah dengan dirinya. Tidak kadang mereka datang ke dokter bedah plastik estetik untuk dilakukan perubahan terhadap bagian tubuh mereka yang tidak disukai, yang pada kenyataannya jarang sekali memuaskan mereka. Malahan mereka semakin sering meminta dokter bedahnya untuk terus melakukan perbaikan ( pernah suatu saat di acara talk show Oprah Winfrey Show, dihadirkan seorang wanita yang sudah lebih dari 20 kali melakukan operasi plastik di daerah wajah namun tidak pernah puas akan hasil yang didapat ). Beberapa orang yang mengalami gangguan ini akhirnya sering menghindari publik. Mereka enggan pergi ke sekolah atau bekerja karena tidak ingin dilihat oleh orang lain. Bila kasusnya lebih berat lagi, maka orang tersebut dapat melakukan tindakan bunuh diri.
Awalnya gangguan citra tubuh berlangsung berangsur-angsur. Hal seperti komentar negatif terhadap penampilan seseorang dapat menjadi pemicu. Riwayat dilecehkan bentuk tubuhnya saat masa kanak, tidak dicintai oleh orang tua dan pernah mengalami penyakit yang memperburuk penampilan seperti jerawat yang berlebihan di wajah mempunyai peranan yang penting dalam perjalanan gangguan ini. Hal ini sekarang ditambah pula dengan iklan-iklan yang selalu menempatkan kecantikan dan ketampanan sebagai modal untuk menarik perhatian orang lain serta selalu menekankan kepada keunggulan kecantikan fisik.
Tidak mengherankan dengan segala gambaran tentang kekurangan ini, individu yang menderita gangguan ini sering didiagnosis sebagai fobia sosial karena keengganannya untuk berada di lingkungan publik. Beberapa di antaranya secara klinis telah dapat dimasukkan dalam diagnosis depresi. Penelitian mengatakan empat dari lima penderita mengalami episode depresi berat. Sehingga pada beberapa orang, pengobatan dengan antidepresan dapat menimbulkan perbaikan. Gangguan lain yang terkait adalah gangguan obsesif kompulsif. Bahkan beberapa ahli mengatakan bahwa gangguan citra tubuh merupakan bagian dari gangguan obsesif kompulsif, di mana pikiran obsesif tentang penampilan tubuh dibarengi dengan tindakan kompulsi selalu melihat ke cermin. Perbedaannya terletak bahwa gangguan citra tubuh berfokus pada penampilan sedangan gangguan obsesif kompulsif berfokus pada bahaya kontaminasi.
Sebagai penatalaksanaan pasien dengan gangguan ini. Maka psikoterapi memegang peranan yang penting. Psikoterapi berorientasi tilikan berguna untuk memperbaiki tilikan pasien terhadap dirinya. Selain juga tentunya obat-obatan terutama dari golongan antidepresan SSRI seperti Fluoxetine dan Sertraline dapat bermanfaat. Penelitian di Amerika mengatakan pengobatan dengan golongan SSRI seperti Fluoxetine dan juga golongan Clomipramine dapat menurunkan gejala kepada 50% pasien. Bila terdapat komorbiditas dengan gangguan mental lain, seperti gangguan depresi atau gangguan cemas, maka pengobatan secara psikofarmakologi dan psikoterapi yang tepat perlu juga dilakukan.
Pasien seringkali datang ke dokter bedah plastik untuk memperbaiki kekurangan yang dia milliki. Dari laporan yang ada, pembedahan dan perbaikan secara estetik terhadap apa yang dikeluhkan pasien tidak bermakna menghilang. Sehingga disarankan bagi beberapa pasien yang ingin melakukan bedah plastik estetik karena gangguan ini berkonsultasi terlebih dahulu dengan seorang psikiater. Hal ini untuk menilai apakah terdapat gangguan citra tubuh pada pasien ini. Bila ternyata ada maka segala usaha operasi untuk memperbaiki diri mereka juga tidak akan berhasil dan membuat puas si pasien karena sebenarnya yang menjadi masalah adalah bukan hasil operasinya atau bagaimana fisik mereka terlihat, tetapi lebih terhadap pandangan mereka terhadap citra tubuh mereka sendiri. Sehingga perlu adanya kerjasama antara dokter ahli bedah plastik dengan psikiater untuk menilai kesiapan para pasien bedah plastik estetik yang ingin menjalani operasi (andri)

Tidak ada komentar: