Sabtu, 19 Juli 2008

Pasien Miskin Ditolak RSCM, Benarkah ?

Pasien miskin di tolak RSCM. Berita ini ramai dibicarakan beberapa hari belakangan ini. Pasien miskin yang katanya mencapai puluhan pasien itu akhirnya harus menginap di kantor Lembaga Bantuan Hukum yang memang letaknya berdekatan dengan RSCM. Berita ini kemudian menimbulkan suatu polemik yang selalu ada bila berkaitan dengan pasien miskin. Mampukah sebenarnya pemerintah lewat RS yang dipunyainya memberikan pelayanan kepada pasien miskin. Jawabannya tergantung dari sistem yang digunakan oleh pemerintah itu.
Sebagai seorang yang pernah bekerja selama 7 tahun bekerja di RSCM, baik sebagai Ko asisten saat menjalani pendidikan dokter umum dan saat menjadi residen ilmu kedokteran jiwa di tempat yang sama, saya memahami benar apa yang terjadi di RSCM berkaitan dengan pasien miskin. Sebagai garda terdepan pelayanan ke pasien, saya dan teman-teman sejawat sering mendapati kasus-kasus rujukan dari RS daerah lain yang kebetulan juga miskin.
Permasalahan menjadi rumit ketika pengiriman pasien itu tanpa menanyakan terlebih dahulu ke RSCM akan adanya tempat tersedia di bangsal RSCM. Di lain pihak, pemerintah lewat Depkes mengatakan kalau RSCM tidak boleh menolak pasien. Lalu kalau kapasitasnya memang tidak ada , mau dirawat di mana pasien tersebut?
Kita harusnya mengetahui kalau RS manapun mempunyai kapasitas maksimal yang dapat ditempati. Hal ini juga berlaku bagi RSCM. Satu hal yang membebani adalah keharusan menerima pasien itu, apalagi pasien rujukan dari daerah yang kurang spesialisasinya. Tapi ada juga rujukan yang disebabkan karena pasien adalah pasien miskin. RS lain tidak mau menerimanya dan RSCM memang terkenal sebagai RS Pusat Rujukan Nasional Untuk Orang Miskin. Satu yang perlu digarisbawahi adalah bahwa RSCM juga punya kapasitas maksimal. Sehingga ketika sekarang ini dengan pembongkaran ruang rawat lama (IRNA A dan IRNA B) kapasitas rawat akan berkurang, walaupun ada Public Wing yang baru saja diresmikan. Itu pula yang membuat akhirnya pasien seolah tidak terima oleh RSCM. Sebenarnya bukan tidak diterima tapi tidak bisa diterima karena tidak ada tempat untuk menampungnya.
Saran saya untuk ke depan adalah pemerintah harus memperkuat sistem rujukan terutama untuk RS Daerah tipe B dan C. Jangan semua pasien dikirim ke RSCM. Kita harus kembali ke definisi awal didirikannya RSCM sebagai RS Umum Pusat Rujukan Nasional. Jadi kalau memang masih bisa dilakukan di RS tipe B dan C yah tolong dilakukan di sana perawatannya. Bila memang RS Daerah itu tersebut kekurangan tenaga, saya rasa itu bisa diusahakan dengan penambahan tenaga dokter spesialis yang lebih banyak lagi di daerah.
Semoga berita RSCM TOLAK PASIEN MISKIN tidak akan ada lagi di kemudian hari.

Kamis, 10 Juli 2008

Acara Seminar Awam

Seminar Awam untuk Ibu dan Bapak
Tema "Mengenali Perkembangan Anak dan Permasalahannya"
Hari/Tanggal : Sabtu/ 26 Juli 2008
Jam : 08.00-10.00 wib
Tempat : KB/TK EFATA, Vila Melati Mas
Pembicara : dr.Andri,SpKJ ( Dokter di Klinik Kesehatan Jiwa dan Psikosomatik RS Global Medika )

Rabu, 02 Juli 2008

Lebih Jauh Lagi Tentang Psikosomatik

Apa sebenarnya Psikosomatik itu ?
1. Psikosomatik à Psiko berasal dari Psyche yang artinya Jiwa, sedang soma artinya badan, jadi ilmu ini mempelajari kaitan antara jiwa dan badan. Ilmu ini menegaskan bahwa faktor psikologis memegang peranan sangat penting dalam perkembangan semua penyakit (Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:10th Edition )
2. Konsep ini semakin berkembang dengan perkembangan ilmu kedokteran yang saat ini berdasarkan pendekatan BIOPSIKOSOSIAL. Hal ini berarti suatu gangguan kesehatan haruslah dilihat sebagai suatu keadaan yang dipengaruhi dan mempengaruhi kondisi BIOLOGIS, PSIKOLOGIS dan SOSIAL dari penderitanya.
3. Kedokteran Psikosomatik dari segi keilmuan adalah cabang spesialisasi dalam Psikiatri/Ilmu Kedokteran Jiwa yang disahkan oleh American Psychiatric Association sebagai subspesialisasi ke-7 tahun 2001 dan disahkan pula oleh American Medical Board of Specialties tahun 2003.
4. Sebelum konsep kedokteran Psikosomatik dikemukakan sebagai sub-spesialisasi psikiatri, dunia kedokteran telah mengenal terlebih dahulu Consulation Liaison Psychiatry, suatu cabang ilmu psikiatri yang bekerja sama dengan sejawat spesialisasi lain untuk merawat pasien medis yang mengalami gangguan kesehatan jiwa.

b. Apa yang dilakukan oleh dokter yang berkecimpung dalam Psikosomatik adalah merawat pasien-pasien yang :
1. Pasien dengan penyakit medis, penyakit saraf atau penyakit bedah yang kondisinya akut atau kronis yang memiliki gangguan psikiatrik dan gangguan itu secara bermakna mempengaruhi perawatan dan kualitas hidup pasien. Contoh dari keadaan ini misalnya pasien diabetes (penyakit gula) yang mengalami depresi. Depresi pada penyakit diabetes bisa disebabkan karena seringkali penyakit ini menurunkan kemampuan pasien sebagai individu. Selain itu juga dalam bidang psikosomatik, terbukti adanya kaitan antara peran sistem dalam tubuh penderita diabetes yang memicu terjadinya depresi. Pasien luka bakar yang hebat juga bisa membuat si penderita merasa tidak mampu lagi menghadapi hidup. Seringkali pasien seperti ini jatuh ke dalam kecemasan dan depresi karena ketakutan akan hidupnya di masa depan. Pasien stroke juga sering kali (25%) mengalami depresi setelah serangan stroke-nya. Hal ini dapat diakibatkan karena kerusakan otak juga karena adanya cacat atau ketidakmampuan yang menetap akibat stroke

2.Pasien dengan gangguan somatoform atau gangguan psikologis yang mempengaruhi kondisi fisiknya. Gangguan ini seringkali tidak disertai dengan bukti-bukti fisik yang mendukung adanya gangguan pada fisik pasien. Gangguan seperti inilah yang dahulu sering disebut sebagai gangguan psikosomatik. Contoh keadaan ini adalah ketika pasien mengeluh mengalami rasa sakit di seluruh tubuh yang berpindah-pindah yang ternyata dari hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain tidak ditemukan sesuatu yang bermakna dapat menjelaskan keadaan sakitnya (somatisasi). Ada juga pasien yang seringkali mengeluhkan adanya suatu gejala penyakit tertentu dan dia yakin kalau gejala tersebut ada walau setelah pemeriksaan tidak ditemukan apa-apa (hipokondriasis). Kasus seperti ini sangat banyak di masyrakat, merupakan pasien terbanyak yang sering datang ke Klinik Psikosomatik

3. Pasien dengan dengan gangguan psikiatrik yang merupakan hasil langsung dari penyakit yang dideritanya saat ini. Contohnya adalah demensia (pikun). Pasien demensia yang berat dapat mengalami gangguan psikologis dan perilaku. Kadang-kadang terdapat perilaku kacau tidak beraturan atau merasakan mendengar suara-suara halusinasi. Gejala-gejala seperti ini sering dialami apalagi dengan kondisi medis yang kurang baik.

c. Bidang ini belum berkembang baik di Indonesia, apa penyebabnya?
1. STIGMA yang melekat pada Psikiatri atau Ahli Kesehatan Yang Bergerak di bidang Kejiwaan sendiri merupakan sebab paling mendasar. Orang biasanya hanya berpikir bahwa yang datang ke Psikiater itu hanyalah orang yang mengalami gangguan jiwa yang berat atau GILA.

2. Orang berpikir bahwa gangguan jiwa bukanlah gangguan medis, jadi hal ini membuat sepertinya profesi psikiater itu berbeda dengan dokter-dokter pada umumnya. Padahal kita tahu bahwa untuk menjadi Psikiater seseorang harus melewati pendidikan dokter umum terlebih dahulu dilanjutkan dengan pendidikan dokter spesialis Psikiatri. Psikiatri itu merupakan bidang keilmuan dalam kedokteran dan bukan dalam psikologi.

3. Terminologi umum tentang Psikosomatik selama ini hanyalah merujuk pada suatu gangguan jiwa yang mempunyai keluhan utama gejala fisik walaupun tidak dapat ditemukan patofisiologi atau dasar keluhan fisik itu. Itulah yang dalam psikiatri disebut sebagai gangguan Somatoform yang terbagi menjadi somatisasi dan hipokondriasis. Hal ini tidak sepenuhnya salah hanya kurang luas.
4. Belum menyebarnya informasi tentang Psikosomatik di kalangan dokter, kebanyakan mengira gangguan ini hanyalah gangguan malingering atau gangguan yang dibuat-buat pasien. Padahal perkembangan ilmu kedokteran khususnya di bidang Neuroendokrin, Psikoneuroimunologi dan Psikofarmakologi dapat menjelaskan hal ini.

5. Konsep pendekatan BIOPSIKOSOSIAL belum semuanya dianut oleh dokter, secara umum kita merasakan kepentingan untuk memperhatikan fisik dahulu baru kemudian mental. Padahal gangguan jiwa itu asalnya dari gangguan fisik di otak yaitu ketidakseimbangan neurotransmitter di otak yang sayangnya memang tidak bisa terdeteksi dengan alat-alat seperti CT-Scan/MRI. Namun sekarang hal itu bisa dilakukan dengan fMRI atau Pet-SCAN. Hal ini juga yang terjadi pada gangguan Psikosomatik. Pasien dan dokter biasanya sibuk mencari dasar gangguan fisik yang dikeluhkan dan lupa bahwa kondisi itu dapat disebabkan karena suatu gangguan kesehatan jiwa yang mempunyai dasar kelainan di otaknya.
6. Perlu diingat bahwa kebanyakan dasar dari gangguan Psikosomatik adalah Depresi dan Kecemasan yang biasanya tidak akan hilang tanpa pengobatan yang tepat dari ahli kesehatan jiwa khususnya yang bergerak di bidang PSIKOSOMATIK. Pengobatan dengan terapi farmakologi, terapi kognitif dan perilaku telah dibuktikan oleh penelitian yang panjang dan lama sangat berguna bagi pasien yang mengalami gangguan Psikosomatik.

Jumat, 27 Juni 2008

Psikosomatik, Apa sebenarnya?

Tahun 2001 American Psychosomatic Association meresmikan dan mensahkan Psychosomatic Medicine sebagai subspesialisasi ketujuh dari Psikiatri. Psychosomatic Medicine awalnya dikenal dengan sebutan Consultation Liaison Psychiatry, suatu keilmuan Psikiatri yang bekerjasama dengan ahli spesialisasi lain dalam menangani pasien-pasien gangguan medis umum yang mengalami gangguan kesehatan jiwa yang dapat mempengaruhi perbaikan penyakitnya dan kualitas hidupnya.Tahun 2003 American Board of Medical Specialties akhirnya menyetujui Psychosomatic Medicine sebagai subspesialisasi dengan menerapkan segala kurikulum, pelatihan, program jangka panjang dan lain-lain yang menunjang pendidikan berkelanjutan dari bidang yang baru ini.Tidak lama kemudian APA Publisher menerbitkan Textbook of Psychosomatic Medicine dan berbagai buku penunjang lain termasuk synopsis dan student guide-nya. Hal ini kemudian diikuti oleh Prof Michael Blumenfield,MD tokoh Consultation Liaison Psychiatry yang merangkum semua pengetahuan Psikosomatik ke dalam buku Psychosomatic Medicine terbitan Lippincott William and Wilkins tahun 2006. Semakin jelaslah sebagai subspesialisasi termuda di bidang Psikiatri jalan yang akan ditempuh oleh Psikosomatik.Sebelum mencapai semua itu sebenarnya sejak tahun 1939 The American Psychosomatic Society telah menerapkan konsep Psikosomatik dan menerbitkan jurnalnya yang disebut Psychosomatic Medicine. Hanya saja saat itu karena konsep kelimuan kedokteran belum berkembang seperti sekarang maka agak sulit mendapatkan persetujuan tentang keminatan baru ini.Banyak pertentangan sebelum Psikosomatik menjadi sub spesialisasi, dalam komunikasi lewat email dengan teman-teman seminat di APM dan APS, hal ini dikarenakan Psikosomatik oleh beberapa Psikiater dianggap hanyalah membuat bias peran psikiater dalam Consultation Liaison Psychiatry,sub spesialisasi cikal bakal Psychosomatic. Konsep Psikosomatik sebenarnya merupakan konsep yang menekankan bahwa pikiran dan tubuh adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dan saling mempengaruhi. Perkembangan ilmu kedokteran saat ini mampu menjawab hal tersebut dengan penelitian yang sangat pesat.Stres sebagai salah satu produk pikiran dapat mempengaruhi tubuh melalaui berbagai mekanisme sistem tubuh, ada yang melalu i sistem imun, sistem endokrin serta sistem-sistem lainnya. Pendekatan Biopsikososial dari semua penyakit sebenarnya juga adalah pendekatan Psikosomatik. Misalnya anda menderita Flu berat, maka bukan hanya fisik anda yang terpengaruh, tapi juga secara psikologis dan sosial Flu itu juga mempengaruhi anda.Dahulu dan pada umumnya masyarakat awam menilai Psikosomatik sebagai penyakit yang dibuat-buat oleh penderitanya. Pendapat ini salah karena sekarang ilmu kedokteran dapat menjelaskan bagaiaman mekanisme penderita psikosomatik yang dalam pemeriksaan tidak terdapat kelainan apapun namun mengeluh sakit yang tidak terkira. Selain itu juga Psikosomatik bekerja pada pasien-pasien yang membutuhkan pertolongan dari segi psikologis agar dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Anda tidak akan menyangka bahwa stress yang akut maupun kronis dapat mempengaruhi sistem tubuh sampai ke tingkat molekuler. Semoga penjelasan sekilas ini dapat membantu anda memahami lebih jauh tentang apa itu Psikosomatik

Dr. Andri, Konsultan Psikosomatik

Jumat, 06 Juni 2008

Mengapa Takut Pergi Ke Psikiater?

Banyak orang menganggap bahwa konsultasi ataupun berobat ke psikiater atau dokter ahli kesehatan jiwa hanya perlu bagi orang-orang yang mempunyai penyakit jiwa berat atau bahasa awamnya sudah GILA. Hal ini tidak hanya terjadi di kalangan masyrakat tapi bahkan di kalangan sejawat dokter sendiri.
Tidak banyak yang mengetahui bahwa kesehatan jiwa bukan sesempit demikian. Maka cukup melegakan ketika ada seorang ibu pasien yang mengatakan "Mengapa semua tetangga dia bingung saat dia mengajak anaknya datang ke psikiater untuk berkonsultasi masalah sekolah", dikira tetangganya, anaknya telah sakit dan mengalami gangguan jiwa berat.
Padahal menurut si Ibu yang sebelumnya lama tinggal di Surabaya dan Semarang, di daerah tersebut Psikiater banyak berperan dalam konsultasi rumah tangga, sekolah, keluarga dan hal-hal lain. Tidak beda seperti meminta penjelasan dari seorang Pengacara tentang kasus hukum.
Maka jangan takut untuk berkonsultasi ke Psikiater bila memang diperlukan

Kamis, 29 Mei 2008

Gangguan Panik

Gangguan Panik merupakan salah satu gangguan jiwa yang sering terdapat pada pasien-pasien yang berkunjung ke bagian kesehatan jiwa. Gejalanya yang juga sangat mirip dengan serangan jantung membuat pada awalnya pasien biasa datang ke Gawat Darurat atau ke dokter spesialis jantung/penyakit dalam.
Gangguan panik didiagnosis bila dalam waktu sebulan terakhir telah terjadi lebih dari 3 (tiga) kali serangan panik. Serangan panik ini terjadi tiba-tiba, dan di antara serangan panic tersebut pasien merasa khawatir jika dirinya mengalami keadaan itu lagi (kecemasan antisipasi). Serangan panic ini juga telah mengganggu fungsi pasien baik pribadi dan sosial.
Di bawah ini dituliskan gejala-gejala serangan panik yang biasa terdapat pada pasien. Bila pasien mengalami 5 dari gejala ini yang berlangsung tiba-tiba dan berlangsung lebih kurang 10 menit, maka dia dapat dikatakan mengalami serangan panik.
1. Jantung berdebar dan peningkatan denyut jantung
2. Berkeringat
3. Badan terasa gemetar atau berguncang
4. Perasaan napas yang pendek
5. Perasaan seperti tercekik
6. Sakit dada atau perasaan tidak nyaman
7. Mual atau merasa tidak enak di perut
8. Merasa pusing, tidak stabil, kepala terasa ringan atau pingsan
9. Perasaan tidak nyata, merasa diri dan lingkungan seperti asing
10. Takut kehilangan kontrol atau menjadi gila
11. Takut mati
12. Kesemutan atau seperti baal
13. Rasa seperti terbakar atau kepanasan

Jika anda mengalami gejala tersebut sering dan disertai gangguan fungsi pribadi dan sosial, anda seharusnya segera berobat ke dokter kesehatan jiwa. Dokter kesehatan jiwa pertama kali akan menyingkirkan terlebih dahulu adanya kemungkinan diagnosis penyakit jantung atau penyakit yang dapat memberikan gejala-gejala mirip seperti serangan panik seperti gangguan tiroid (gondok). Bila semua sudah disingkirkan maka diagnosis gangguan panik dapat ditegakkan.
Pengobatan gangguan panik meliputi pengobatan dengan obat dan psikoterapi. Biasanya pasien akan mendapatkan obat dalam jangka waktu tertentu (minimal 3 bulan) sambil terus dilatih agar bila serangan paniknya datang, pasien dapat mengatasinya. Pasien gangguan panik biasanya juga mempunyai latar belakang masalah psikologis yang nyata sehingga dokter kesehatan jiwa akan berusaha membantu pasine mengatasi hal tersebut.
Jangan malu untuk berkonsultasi dengan dokter kesehatan jiwa bila mengalami gangguan panik.

Jumat, 25 April 2008

Depresi Pasca Melahirkan

Setelah 39 minggu mengandung, akhirnya si kecil tiba juga dalam kehidupan Anda.
Semua orang ikut berbahagia dan Anda pun dituntut untuk terlihat bahagia sebagai
ibu baru bagi sang bayi imut yang tidak berdaya. Tetapi mengapa Anda justru
merasa sedih dan bingung? Jika si kecil menangis, Anda tidak merasa ingin
melindungi dan membuatnya nyaman justru turut menangis dan merasa tidak
berdaya. Rasa bersalah juga kerap datang, merasa Anda bukan orang tua yang baik
dan tidak becus dalam mengurus anak.
Baby Blues
Merasa kenal dengan skenario di atas? Mungkin yang Anda alami adalah baby blues
pasca melahirkan. Ibu yang baru melahirkan bisa merasakan perubahan mood yang
cepat dan berganti-ganti (mood swing), kesedihan, suka menangis, hilang nafsu
makan, gangguan tidur, mudah tersinggung, cepat lelah, cemas dan merasa
kesepian. Baby blues dapat terjadi segera setelah kelahiran, tetapi biasanya akan
berlalu dalam beberapa hari hingga beberapa minggu.
Gejalanya juga tidak terlalu berat dan bisa diatasi dengan meminta pengertian dari
pasangan untuk menemani di masa-masa sulit atau meminta bantuan dari pihak
keluarga atau sahabat untuk menemani dan menghibur sang ibu yang sedang
mengalami baby blues.
Kalau mungkin, cara yang lebih baik untuk melewati masa ini adalah mengobrol
dengan sesama ibu (baru atau lama) dan melakukan terapi kelompok informal
sehingga si ibu tidak lagi merasa sendirian dalam menghadapi masalahnya. Setelah
baby blues berlalu, Anda bisa merasakan nikmatnya menjadi seorang ibu.
Tetapi waspadai segera jika perasaan-perasaan negatif tidak juga hilang, malah
semakin parah. Penelitian menyebutkan bahwa sekitar 10 sampai 20 persen wanita
mengalami depresi setelah melahirkan. Depresi pasca melahirkan ini selain dapat
membuat penderitaan batin untuk si ibu, dapat juga merenggangkan hubungan
dengan pasangan dan bisa menyebabkan menurunnya fungsi sosial dan kualitas
hidup si ibu. Bahkan penelitian terbaru menunjukkan kalau ibu yang depresi bisa
menyebabkan gangguan emosional dan kognitif pada bayinya yang baru lahir.

Depresi Pasca Melahirkan
Depresi pasca melahirkan tidak selalu terjadi segera setelah melahirkan, dapat
terjadi kapan saja dalam waktu setahun setelah melahirkan. Namun lebih sering
terjadi satu bulan setelah melahirkan. Perbedaan paling mencolok antara baby blues
dan depresi pasca melahirkan adalah pasien dengan depresi akan mengalami
gangguan lebih lama dan memerlukan pengobatan segera. Tanda dan gejalanya pun
lebih berat daripada baby blues.
Gejala dan tanda yang timbul pada depresi pasca melahirkan sama dengan gejala
depresi umum; mood yang depresif, kehilangan minat dan rasa senang, aktifitas
motorik yang menurun, kehilangan atau penambahan berat badan yang sangat
terlihat tanpa diet, insomnia atau malah banyak tidur, merasa lelah setiap hari,
perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan, sulit
berkonsentrasi, pemikiran tentang kematian bahkan munculnya ide bunuh diri.
Pada satu penelitian di Hongkong pada wanita-wanita berdarah Asia, gejala yang
paling sering muncul adalah mood yang depresif, mudah menangis, kehilangan
minat dan kesenangan, menarik diri secara sosial, insomnia, kehilangan nafsu
makan, kurang konsentrasi, perasaan tidak berguna dan tak berdaya. Sering juga
dialami oleh pasien depresi pasca melahirkan rasa sakit fisik seperti sakit kepala atau
nyeri di punggung. Muncul ide menyakiti diri atau bahkan bunuh diri memang
muncul pada 15 persen responden, tetapi jarang terjadi pelaksanaan dari ide ini.

Penyebab Depresi Pasca Melahirkan
Telah banyak penelitian yang mencoba mencari faktor yang bisa menyebabkan
depresi pasca melahirkan. Beberapa di antaranya adalah:
• Depresi selama kehamilan
• Rasa rendah diri
• Stress dalam mengurus anak-anak
• Kecemasan sebelum melahirkan
• Hidup yang penuh tekanan
• Dukungan sosial rendah
• Kehidupan perkawinan kurang baik
• Riwayat depresi sebelumnya
• Bayi rewel atau bermasalah
• Baby blues
• Tingkat ekonomi yang rendah
• Kehamilan yang tidak direncanakan
Faktor-faktor di atas telah terbukti memiliki hubungan dengan depresi pasca
melahirkan. Contohnya, tingginya angka depresi sebelum melahirkan berhubungan
dengan tingginya angka depresi sesudah melahirkan, begitu juga sebaliknya. Tetapi
hubungan ini tidak selalu berarti bahwa depresi sebelum melahirkan dapat
menyebabkan depresi pasca melahirkan. Tetapi ada beberapa faktor yang hampir
selalu menyebabkan depresi pasca melahirkan, seperti misalnya, kurangnya
dukungan sosial.
Meskipun banyak pendapat menyatakan bahwa perubahan hormonal pasca
melahirkan dapat menyebabkan depresi pasca melahirkan, tetapi sedikit bukti yang
menunjukkan kedua hal ini berhubungan secara langsung. Beberapa penelitian
bahkan gagal untuk mencari hubungan antara perubahan hormon dan depresi pasca
melahirkan. Tetapi hal ini bukan berarti bahwa hormon tidak memiliki andil dalam
munculnya depresi pasca melahirkan. Penelitian menunjukkan bahwa ada sebagian
wanita yang sensitif terhadap perubahan hormonal dalam tubuhnya, baik selama
maupun setelah melahirkan.

Mencari Pertolongan
Pada dasarnya perawatan depresi pasca melahirkan sama dengan pasien depresi
pada umumnya; melalu psikoterapi dan farmakoterapi. Kalau depresinya termasuk
ringan, pilihan pertama adalah konseling psikologis dan intervensi sosial sesuai
dengan kebutuhan pasien. Apalagi kalau penyebab depresi tersebut karena tekanan
psikososial dan kurangnya dukungan dari keluarga dan sahabat. Pada kasus depresi
ringan, dengan dukungan dan bantuan seluruh anggota keluarga terhadap sang ibu
dapat memperbaiki gangguannya. Psikoterapi interpersonal juga dapat memperbaiki
hubungan dengan anggota keluarga lain yang pada akhirnya berguna bagi
kesembuhan pasien depresi pasca melahirkan.
Pada kasus yang lebih berat, perawatan dengan antidepresan mungkin diperlukan.
Di masa lalu, penggunaan antidepresan trisiklik sangat luas dalam perawatan depresi
sebelum dan setelah melahirkan. Tetapi saat ini dikenal antidepresan golongan baru
seperti SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) dengan efek samping
penenang yang rendah bisa menjadi pilihan bagi ibu yang tidak menyusui. Dengan
efek samping penenang yang rendah ini memungkinkan ibu menjaga bayinya di
malam hari.
Perhatian ekstra perlu diberikan bagi ibu yang mengalami depresi tetapi tetap ingin
menyusui bayinya. Fluoxetine dianggap aman bagi ibu hamil dan menyusui pada
beberapa penelitian. Walaupun demikian, penggunaan obat antidepresan untuk
pasien depresi pasca melahirkan tetap harus dipertimbangkan matang-matang
untung dan ruginya. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pengobatan secara
psikologis sama efektifnya dengan farmakoterapi. Konsultasikan lebih lanjut kepada
dokter Anda untuk perawatan yang paling cocok untuk Anda.