Iwan pegawai swasta berusia 34 tahun ini sudah hampir satu tahun merasakan keluhan penyakit yang sering berpindah-pindah. Dia mengeluh merasa pegal-pegal, badannya terasa tidak enak, perut terasa penuh dan mual serta sering merasa seperti keluar keringat dingin. Iwan juga sering merasa dadanya sesak bila bernapas. Iwan bercerita bahwa ia pernah berobat di bagian penyakit dalam dan telah dilakukan beberapa tes namun dinyatakan hasilnya semua dalam batas normal. Iwan tentunya tidak percaya hal tersebut karena sebenarnya dia merasa ada yang salah memang dengan dirinya. Oleh sejawat dokter ahli penyakit dalam, Iwan disarankan untuk datang ke bagian psikiatri/jiwa karena mungkin ada problem psikis yang melatari keluhannya. Iwan sempat kesal karena saran itu, dia berkata ”Memangnya saya gila Dok?!”. Hal itu dikarenakan dia merasa kehidupannya baik-baik saja. Bilapun ada masalah, Iwan memang cenderung lebih menyimpannya sendiri dan tidak pernah membicarakan dengan orang lain bahkan dengan istrinya sekalipun.
Ilustrasi kasus di atas sering ditemukan di bagian Psikiatri/Jiwa. Pasien dengan keluhan fisik yang sangat banyak dan sering berganti-ganti setiap minggunya hampir selalu pertama kali datang ke tempat praktek dokter umum atau dokter spesialis penyakit dalam. Beberapa dari mereka bahkan mengeluh bahwa sakitnya ini sampai membuat mereka tidak dapat bekerja.
Dokter biasanya akan memeriksa fisik pasien dengan keluhan seperti ini dan menyarankan beberapa tes penunjang. Tapi hampir tidak pernah ditemukan kelainan fisik yang mendasari keluhannya. Begitu juga dengan hasil tes penunjang seperti laboratorium, radiologi ( rontgen, CT-Scan atau MRI ), atau bahkan sampai endoskopi, tidak ditemukan kelainan pada pasien.
Bila sudah begini biasanya dokter umum atau spesialis lain akan merujuk pasien dengan keluhan seperti ini untuk datang ke bagian Psikiatri supaya dapat dilakukan evaluasi lebih lanjut. Namun tentunya tidak mudah meminta pasien untuk menuruti saran ini. Beberapa di antaranya malah merasa bahwa dokternya tidak mampu mengobati dirinya. Selanjutnya pasien akan mencari dokter lain untuk mencoba mengobati ”penyakitnya” ini.
Dalam bidang psikiatri penyakit psikosomatik lebih dikenal dengan sebutan gangguan somatoform . Gangguan ini ditandai dengan adanya suatu keluhan fisik yang berulang yang disertai dengan permintaan pemeriksaan medis, meskipun sudah berkali-kali dilakukan dan hasilnya normal. Setidaknya pun ada gangguan fisik maka gangguan tersebut berbeda atau tidak dapat menjelaskan keluhan yang dikemukakan pasien. Biasanya gejala ini ada hubungannya dengan konflik dan perkembangan psikologis dari pasien, namun pasien biasanya menolak gagasan adanya hubungan antara penyakit yang diderita dengan problem atau konflik kehidupannya. Bahkan bila ditemukan adanya tanda depresi atau kecemasan pada pasien, pasien tetap menolak adanya hubungan tersebut.
Gangguan somatoform dibagi menjadi beberapa sub namun yang paling sering dijumpai di klinik adalah yang dinamakan gangguan somatisasi dan gangguan hipokondrik
Gangguan Somatisasi
Ganguan ini ditandai dengan adanya keluhan-keluhan berupa gejala fisik yang bermacam-macam dan hampir mengenai semua sistem tubuh. Keluhan ini biasanya sudah berlangsung lama dan biasanya keluhannya berulang-ulang namun berganti-ganti tempat. Pasien biasanya telah sering pergi ke berbagai macam dokter ( doctor shopping ). Beberapa pasien bahkan ada yang sampai dilakukan operasi namun hasilnya negatif. Keluhan yang paling sering biasanya berhubungan dengan sistem organ gastrointestinal ( perasaan sakit, kembung, bertahak, mual dan muntah ) dan keluhan pada kulit seperti rasa gatal, terbakar, kesemutan, baal dan pedih.
Pasien juga sering mengeluhkan rasa sakit di berbagai organ atau sistem tubuh, misalnya nyeri kepala, punggung, persendian, tulang belakang, dada atau nyeri saat berhubungan badan. Kadang juga terdapat keluhan disfungsi seksual dan gangguan haid. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Biasanya bermula sebelum usia 30an dan telah berlangsung beberapa tahun. Pasien biasanya tidak mau menerima pendapat dokter bahwa mungkin ada dasar psikologis yang mendasari gejalanya.
Gangguan Hipokondrik
Berbeda dengan gangguan somatisasi, pada hipokondrik pasien biasanya mengeluhkan satu penyakit berat yang dalam pemeriksaan penunjang tidak ditemukan adanya kelainan yang mendasarinya. Pasien merasa yakin bahwa ada sesuatu yang salah dalam dirinya dan selalu ingin diperiksa untuk memastikan adanya gangguan pada tubuhnya. Hal lain yang berbeda dengan gangguan somatisasi dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya yang seringkali menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk makan obat karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya.
Pasien hipokondrik lebih menekankan pada pemeriksaan untuk mendeteksi penyakitnya bahkan pada pemeriksaan mahal sekalipun dan selalu mendesak dokter untuk melakukan hal tersebut. Jika dokter tidak mau menuruti keinginan pasien, pasien biasanya akan mencari dokter lain sehingga pada pasien seperti ini sering ditemukan adanya riwayat kunjungan ke dokter yang sangat banyak.
Apa Yang Harus Dilakukan ?
Gangguan seperti disebutkan di atas sering kali ditemukan dalam praktek sehari-hari. Biasanya pasien datang ke dokter umum atau ke dokter spesialis penyakit dalam karena keluhan sepertinya ada dasar organiknya. Bila ternyata tidak ditemukan kelainan, barulah dokter akan memikirkan apakah ini suatu kelainan yang didasari oleh adanya konflik psikologis pada pasien.
Kesulitannya adalah pasien biasanya menolak atau tidak menyetujui adanya dugaan kendala psikologis di dalam kehidupannya. Walaupun tanda-tanda depresi atau kecemasan terkadang sangat nyata, pasien tetap menolak untuk dikonsulkan ke bagian psikiatri. Apalagi bila di tambah dengan stigma di masyarakat bahwa seorang psikater hanyalah mengurusi orang gila saja (seperti ilustrasi kasus di atas ).
Hal ini akan membuat pasien akhirnya bisa lepas dari dokter dan mencari dokter yang lainnya, begitu seterusnya. Padahal gangguan ini sangat membebani dari segi material dan menghambat fungsi pribadi maupun sosial pasien. Ini karena pasien akan berkunjung ke banyak dokter, mendapatkan pemeriksaan bahkan yang mahal sekalipun dan mendapatkan banyak pengobatan.
Jalan keluar terbaik sebenarnya dengan merujuk pasien ke seorang psikiater. Pasien dibantu untuk dapat mengatasi kendala psikologis yang dipendamnya yang berimbas pada keluhan di fisiknya. Tentunya tidak mudah melakukan ini sehingga tangan profesional di bidang kesehatan jiwa sangatlah dibutuhkan.
Psikiater akan membantu pasien mengenali emosi yang terpendam dan membantu mengatasi masalah yang menjadi dasar keluhannya selama ini. Seperti yang telah disebutkan di atas, kebanyakan pasien gangguan somatoform biasanya juga dilatarbelakangi oleh suatu depresi atau gangguan kecemasan.
Terapi dilakukan dari berbagai pendekatan baik dengan cara pemberian obat atau pendekatan psikologis. Terapi dengan obat-obatan akan sangat membantu terutama bila adanya dasar depresi dan kecemasan yang terdapat pada pasien. Dalam berbagai literatur terkini, kombinasi terapi dengan obat dan terapi secara psikologis atau psikoterapi membuahkan hasil yang lebih baik daripada hanya penggunaan salah satunya saja.
Psikoterapi biasanya dilakukan untuk melihat adanya konflik yang mendasari keluhan-keluhan fisik yang diderita pasien lalu berusaha untuk membantu pasien mengatasi konflik tersebut. Dalam pandangan psikologis klasik gangguan somatoform merupakan manifestasi dari gagalnya individu melakukan upaya adaptasi terhadap serangan kecemasan yang berlangsung di bawah sadar. Kecemasan terjadi karena adanya dorongan impuls yang ditekan ke dalam alam bawah sadar dan tidak terpuaskan.
Pendekatan masa kini dari psikoterapi adalah membantu pasien untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan beradaptasi dengan masalah tersebut dengan lebih baik lagi. Psikoterapi akan membantu pasien untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan yang tengah dihadapi. Pada akhirnya dengan psikoterapi, pasien akan belajar bagaimana ia dapat mengatasi dan beradaptasi dengan kehidupannya di masa yang akan datang (Andri)